YOGYAKARTA – Ketua Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Fuad Zein mengatakan multi level marketing
(MLM) haji dan umrah mengandung unsur kebatilan atau kebohongan.
MLM termasuk katagori transaksi jual
beli, namun dalam kegiatan MLM haji dan umrah ini tidak dipenuhinya salah satu
rukun jual beli yaitu produk yang dijualbelikan.
Fuad Zein mengatakan hal tersebut
dalam diskusi public Meninjau hukum multi level marketing haji umrah: halal
atau haram? yang digelar Fakultas Ekonomi UII dan Lembaga Ombudsman Swasta
(LOS) DIY di Yogyakarta.
Topik tersebut diangkat karena saat
ini ada praktek MLM haji dan umrah yang mengecewakan masyarakat. Fuad
menjelaskan, dalam literature Fiqh Islam, MLM masuk dalam pembahasan Fiqh
Muamalah atau bab buyu’ (perdagangan).
MLM adalah kegiatan menjual atau
memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang maupun jasa kepada konsumen
sehingga produk yang dijualbellikan harus ada. “Kalau di haji dan umrah, produk
apa yang dijual?” tanya Fuad.
Fuad berpendapat MLM dalam haji dan
umrah bukan bisnis MLM murni yang dilaksanakan. Namun praktek tersebut mengarah
pada money game (penggandaan uang).
“Salah satu modelnya dengan menjual
janji-janji harga murah haji dan umrah. Masyarakat yang tidak memahami
karakteristik penawaran akan terpikat janji biaya murah dibanding biaya haji
dan umrah secara resmi. Sehingga logis jika berakhir dengan kekecewaan,”
katanya.
Fuad berharap masyarakat agar lebih
berhati-hati terhadap penawaran haji dan umrah murah dengan sistem MLM. Untuk
mengetahui apakah MLM haji dan umrah tidak merugikan dan mengecewakan harus
dipenuhi sejumlah persyaratan.
Di antaranya, memiliki surat izin
usaha penjualan langsung (SIUPL), ada penjenjangan up line dan down
line masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.
Selain itu, lanjutnya, keuntungan
dan keberhasilan distributor MLM sepenuhnya ditentukan oleh hasil kerja keras
dalam bentuk pembelian dan penjualan produk perusahaan yang dihitung
berdasarkan hasil penjualan pribadi dan anggota jaringannya.
Biaya pendaftaran murah bisa
dipertanggungjawabkan. Insentif yang diterima seseorang (up line) tidak
berasal dari pengurangan hak down line-nya.
Up line dalam mengembangkan jaringan di bawahnya (down line) harus
disertai upaya pembinaan, pengawasan, dan keteladanan prestasi.
Larangan principal dalam bisnis
adalah memperjualbelikan komoditas tidak halal, transaksi ribawi,maisir
(judi), garar (fiktif), zulm (aniaya) dan investasi haram. Perdagangan yang
dilakukan dalam bentuk apapun termasuk strategi MLM harus memenuhi rukun jual
beliserta akhlak yang baik.
Syariah Islam, kata Fuad, memiliki
ciri ‘alamiyah (universal) dan syumuliyyah (comprehensive)
dan tajaddud (up to date). Sedang materi yang dikandungnya
bersifat sawabit (prinsip) dan mutagayyirat (variable).
“Sehingga berbagai permasalahan
social ekonomi yang actual dapat di-absorve (diakomodir) oleh
nilai-nilai syariah Islam,” katanya.
Namun tidak semua kasus atau praktik
yang berkembang di masyarakat dapat dilegitimasi keabsahannya. Melainkan harus
memenuhi patokan yang tegas menyangkut beberapa larangan tanpa kompromi.
Sebab ekonomi Islam yang berdasarkan
ketuhanan mengandalkan tiga pilar yaitu keadilan, halal dan saling manfaat.
Karena itu, MLM yang baik harus memenuhi prinsip perdagangan sesuai dengan
syariat Islam.
Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (1)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –
Persaingan antara penyelenggara umrah dan haji melahirkan jenis pemasaran multi
level marketing (MLM).
Meski belum ada fatwa ulama yang
keluar, praktiknya mulai banyak dan terindikasi menimbulkan masalah bagi iklim
bisnis maupun kerugian materi para jamaah.
“Praktek MLM sangat merugikan
masyarakat karena sudah diatur penyelenggaraannya dengan undang-undang, mulai
pendaftaran awal dan setorannya. Kontroversi secara hukum juga masih
dipermasalahkan,” kata Direktur Pembinaan Haji Kemenag, Ahmad Kartono, dalam
seminar “Bom Waktu Gagal Berangkat Haji dan Umrah Massal yang digelar Himpunan
Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH)” di Aula Hercules Halim Perdanakusumah,
awal bulan ini.
Adanya pihak yang merasa dirugikan
terbukti otentik dengan lima surat pengaduan yang diterima Kemenag. Para
pelapor yang mengadukan maupun mempertanyakan travel berizin maupun tidak
berizin yang mengadakan umrah melalui jalur MLM. Area pengaduannya di Lampung,
Jawa Tengah, Surabaya, dan Kalimantan.
Secara tegas, Kartono menyatakan
jika fatwa terkait bisnis MLM syariah belum dikeluarkan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Sesuai ketentuan opini DSN MUI, ujarnya,
yang diperbolehkan dipasarkan secara MLM adalah umrah saja. Pasalnya, kebijakan
haji lebih ketat dengan kuota.
“Kita akan tegur semuanya (travel
yang diadukan tadi) karena harus memenuhi ketentuan operasional. Travel nakal
seperti ini akan mengganggu image travel resmi,” papar Kartono. Namun, ia
mengatakan tindak lanjutnya diserahkan pada si pelapor, apakah juga dilaporkan
ke pihak berwajib atau tidak.
Kartono melihat minat masyarakat
untuk menunaikan ibadah umrah atau haji melalui MLM karena mereka terpikat oleh
biaya yang murah dibanding dengan biaya haji atau umrah secara resmi. Padahal,
dengan cara berantai atau arisan ini lebih banyak orang yang kecewa.
Sementara itu, Ketua Umum HIMPUH,
Baluki Ahmad, mengatakan saat ini ada pola atau modus baru sebuah biro
perjalanan menggaet calon jamaah haji melalui cara MLM. “Mereka mengumpulkan
masyarakat dengan iming-iming biaya murah bisa pergi haji. Padahal, travel ini
tidak ada izinnya. Ini yang harus kita waspadai,” ujarnya.
Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (2)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Baluki juga berharap agar
masyarakat tidak terbujuk travel yang menawarkan paket perjalanan haji dan
umrah dengan biaya semurah mungkin.
Sebab, saat ini sudah tidak masuk
akal dengan melihat kondisi eksternal, seperti naiknya biaya penginapan,
transportasi dan juga harga minyak mentah dunia.
“Ini masukan kita ke Kementerian
Agama. Karena kami diayomi undang-undang, harus dapat perlindungan, jadi MLM
jangan dibiarkan,” tegas Baluki.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Helmy Attamimi, memaparkan banyak
perbedaan mendasar antara produk MLM dengan jaringan pemasaran terlarang,
seperti money game.
Perbedaannya terletak pada biaya
pendaftaran, produk, dan penentu keberhasilan. Penjualan langsung, terangnya,
terjangkau dengan produk yang jelas, pengunduran keanggotaan mempunyai buyback
guarantee.
Sedangkan penentu keberhasilan
anggota berdasarkan hasil penjualan produk bersama jaringannya. Sebaliknya,
pemasaran terlarang justru menyedot uang anggota tanpa produk serta jaminan
yang jelas. “Kami tak mau bisnis MLM dimasuki MTP atau multi tipu marketing,”
tegas Helmy.
Ketua Pengurus Harian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, mencatat dalam 10 tahun terakhir ini,
ribuan masyarakat telah menjadi korban praktik penipuan berkedok investasi
dengan janji-janji pengembalian sangat tinggi.
\
Dengan sejarah panjang penipuan
berbasis investasi, maka ia mengingatkan agar masyarakat mewaspadai MLM haji
dan umrah. “Konsumen harus berpikir kritis dalam tahap sebelum transaksi.
Hati-hati dan jangan mudah tergoda terhadap janji-janji surga yang ditawarkan
biro perjalanan haji dan umrah,” imbaunya.
Konsumen juga perlu mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin mengenai biro perjalanan umrah dan haji. “Usahakan
meminta janji-janji biro perjalanan dalam bentuk tertulis, sehingga apabila di
kemudian hari terjadi masalah bisa menjadi cara untuk menagih hak-haknya,”
saran dia.
Di lain pihak, akademisi fikih, M
Arifin Badri, menegaskan agar umat Muslim mengulik kembali rukun berhaji yang
salah satunya menyebutkan mempunyai kemampuan dan bukan dari hasil berhutang.
Namun, dosen Sekolah Tinggi Dirasat
Islamiyah Imam Syafi’i Jember ini justru menemukan fenomena sosial bank-bank
yang menyediakan talangan dana agar segera berangkat haji ataupun umrah.
“Sebagai renungan, sebaiknya umat tidak usah memaksakan diri untuk berhaji
dengan melanggar rukun ibadah itu sendiri,” kata Arifin.
Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (3-habis)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak heran jika Arifin menyebut
fenomena tersebut memunculkan bentuk anomali lainnya dalam penyelenggaraan haji
dan umrah.
Seperti produk MLM dengan uang muka
serta level yang panjang. Sehingga timbul sisi negatif MLM karena anggota
dituntut berkorban lebih banyak serta membentuk perilaku konsumtif. Padahal,
imbalannya tidak jelas secara nominal.
“Sebaiknya, travel menerima
pendaftaran jamaah haji yang mampu membayar tunai, tanpa uang muka sehingga
menjadi akad jual. Dan jika menggunakan pemasaran berjenjang, hendaknya
menetapkan satu level saja,” saran Arifin.
Anggota Badan Pelaksana Harian Dewan
Syariah Nasional MUI, Mohammad Hidayat, tegas menyatakan pihaknya belum resmi
mengeluarkan fatwa terkait MLM syariah atau penjualan langsung berjenjang
syariah (PLBS).
Para ulama hanya merilis sertifikat
opini yang mengacu pada fatwa Nomor 75 Tahun 2009 tentang PLBS Barang. “PLBS
umrah belum dikeluarkan fatwanya, tapi ada jawaban atas pertanyaan publik
terkait pertanyaan tentang MLM Syariah. Akan kita fatwakan sebulan mendatang,”
ujar Hidayat.
Proses rapat pleno fatwa tersebut
baru berlangsung medio akhir Mei ini. Ia pun mengakui, hampir tak pernah DSN
mengeluarkan fatwa atas inisiatif sendiri. Semuanya atas pertanyaan publik.
“Yang menjadi permasalahan, beberapa
waktu lalu ada dua travel yang meminta presentasi MLM syariah. Berdasarkan
kaidah sertifikat opini, mereka mendapatkan sertifikat yang bisa diperpanjang
dua tahun sekali,” ungkap Hidayat.
Walhasil, travel tersebut
menggembar-gemborkan terlebih dahulu pada publik tentang MLM syariah sebagai
bentuk pemasaran barunya ke publik. “Tidak menutup kemungkinan, sertifikat
mereka dicabut hingga fatwa keluar,” ujar Hidayat.
Di sisi lain, Hidayat menilai banyak
hal positif penerapan PBLS bagi perusahaan, terutama efisiensi biaya dari
rantai produksi. Sisanya untuk memberi komisi pada anggota. MLM, kata dia,
sebagai sarana silaturahim atau tarbiyah dengan memberi jalan rezeki yang
normal.
“Secara sederhana, sebelumnya travel
telah menerapkan dengan sistem bonus. Tapi saat ini dimodifikasi. DSN ingin
membatasi level itu. Akan ada fatwa yang mengatur spesifik sehingga tak liar
dan merugikan masyarakat,” ujar Hidayat.
Substansi PLBS umrah nantinya
dibahas tentang produk jasa, komponen dan batasan, akad syariah, dan perubahan
harga paket.