Minggu, 10 November 2013

MLM Haji dan Umrah Termasuk Bathil



YOGYAKARTA – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Fuad Zein mengatakan multi level marketing (MLM) haji dan umrah mengandung unsur kebatilan atau kebohongan.
MLM termasuk katagori transaksi jual beli, namun dalam kegiatan MLM haji dan umrah ini tidak dipenuhinya salah satu rukun jual beli yaitu produk yang dijualbelikan.

Fuad Zein mengatakan hal tersebut dalam diskusi public Meninjau hukum multi level marketing haji umrah: halal atau haram? yang digelar Fakultas Ekonomi UII dan Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY di Yogyakarta.

Topik tersebut diangkat karena saat ini ada praktek MLM haji dan umrah yang mengecewakan masyarakat. Fuad menjelaskan, dalam literature Fiqh Islam, MLM masuk dalam pembahasan Fiqh Muamalah atau bab buyu’  (perdagangan).
MLM adalah kegiatan menjual atau memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang maupun jasa kepada konsumen sehingga produk yang dijualbellikan harus ada. “Kalau di haji dan umrah, produk apa yang dijual?” tanya Fuad.

Fuad berpendapat MLM dalam haji dan umrah bukan bisnis MLM murni yang dilaksanakan. Namun praktek tersebut mengarah pada money game (penggandaan uang).
“Salah satu modelnya dengan menjual janji-janji harga murah haji dan umrah. Masyarakat yang tidak memahami karakteristik penawaran akan terpikat janji biaya murah dibanding biaya haji dan umrah secara resmi. Sehingga logis jika berakhir dengan kekecewaan,” katanya.

Fuad berharap masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap penawaran haji dan umrah murah dengan sistem MLM. Untuk mengetahui apakah MLM haji dan umrah tidak merugikan dan mengecewakan harus dipenuhi sejumlah persyaratan.
Di antaranya, memiliki surat izin usaha penjualan langsung (SIUPL), ada penjenjangan up line dan down line masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.

Selain itu, lanjutnya, keuntungan dan keberhasilan distributor MLM sepenuhnya ditentukan oleh hasil kerja keras dalam bentuk pembelian dan penjualan produk perusahaan yang dihitung berdasarkan hasil penjualan pribadi dan anggota jaringannya.
Biaya pendaftaran murah bisa dipertanggungjawabkan. Insentif yang diterima seseorang (up line) tidak berasal dari pengurangan hak down line-nya.

Up line dalam mengembangkan jaringan di bawahnya (down line) harus disertai upaya pembinaan, pengawasan, dan keteladanan prestasi.
Larangan principal dalam bisnis adalah memperjualbelikan komoditas tidak halal, transaksi ribawi,maisir (judi), garar (fiktif), zulm (aniaya) dan investasi haram. Perdagangan yang dilakukan dalam bentuk apapun termasuk strategi MLM harus memenuhi rukun jual beliserta akhlak yang baik.
Syariah Islam, kata Fuad, memiliki ciri ‘alamiyah (universal) dan syumuliyyah (comprehensive) dan tajaddud (up to date). Sedang materi yang dikandungnya bersifat sawabit (prinsip) dan mutagayyirat (variable).

“Sehingga berbagai permasalahan social ekonomi yang actual dapat di-absorve (diakomodir) oleh nilai-nilai syariah Islam,” katanya.
Namun tidak semua kasus atau praktik yang berkembang di masyarakat dapat dilegitimasi keabsahannya. Melainkan harus memenuhi patokan yang tegas menyangkut beberapa larangan tanpa kompromi.

Sebab ekonomi Islam yang berdasarkan ketuhanan mengandalkan tiga pilar yaitu keadilan, halal dan saling manfaat. Karena itu, MLM yang baik harus memenuhi prinsip perdagangan sesuai dengan syariat Islam.

Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persaingan antara penyelenggara umrah dan haji melahirkan jenis pemasaran multi level marketing (MLM).
Meski belum ada fatwa ulama yang keluar, praktiknya mulai banyak dan terindikasi menimbulkan masalah bagi iklim bisnis maupun kerugian materi para jamaah.

“Praktek MLM sangat merugikan masyarakat karena sudah diatur penyelenggaraannya dengan undang-undang, mulai pendaftaran awal dan setorannya. Kontroversi secara hukum juga masih dipermasalahkan,” kata Direktur Pembinaan Haji Kemenag, Ahmad Kartono, dalam seminar “Bom Waktu Gagal Berangkat Haji dan Umrah Massal yang digelar Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH)” di Aula Hercules Halim Perdanakusumah, awal bulan ini.

Adanya pihak yang merasa dirugikan terbukti otentik dengan lima surat pengaduan yang diterima Kemenag. Para pelapor yang mengadukan maupun mempertanyakan travel berizin maupun tidak berizin yang mengadakan umrah melalui jalur MLM. Area pengaduannya di Lampung, Jawa Tengah, Surabaya, dan Kalimantan.
Secara tegas, Kartono menyatakan jika fatwa terkait bisnis MLM syariah belum dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Sesuai ketentuan opini DSN MUI, ujarnya, yang diperbolehkan dipasarkan secara MLM adalah umrah saja. Pasalnya, kebijakan haji lebih ketat dengan kuota.

“Kita akan tegur semuanya (travel yang diadukan tadi) karena harus memenuhi ketentuan operasional. Travel nakal seperti ini akan mengganggu image travel resmi,” papar Kartono. Namun, ia mengatakan tindak lanjutnya diserahkan pada si pelapor, apakah juga dilaporkan ke pihak berwajib atau tidak.
Kartono melihat minat masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah atau haji melalui MLM karena mereka terpikat oleh biaya yang murah dibanding dengan biaya haji atau umrah secara resmi. Padahal, dengan cara berantai atau arisan ini lebih banyak orang yang kecewa.

Sementara itu, Ketua Umum HIMPUH, Baluki Ahmad, mengatakan saat ini ada pola atau modus baru sebuah biro perjalanan menggaet calon jamaah haji melalui cara MLM. “Mereka mengumpulkan masyarakat dengan iming-iming biaya murah bisa pergi haji. Padahal, travel ini tidak ada izinnya. Ini yang harus kita waspadai,” ujarnya.

Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (2)


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Baluki juga berharap agar masyarakat tidak terbujuk travel yang menawarkan paket perjalanan haji dan umrah dengan biaya semurah mungkin.
Sebab, saat ini sudah tidak masuk akal dengan melihat kondisi eksternal, seperti naiknya biaya penginapan, transportasi dan juga harga minyak mentah dunia.

“Ini masukan kita ke Kementerian Agama. Karena kami diayomi undang-undang, harus dapat perlindungan, jadi MLM jangan dibiarkan,” tegas Baluki.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Helmy Attamimi, memaparkan banyak perbedaan mendasar antara produk MLM dengan jaringan pemasaran terlarang, seperti money game.

Perbedaannya terletak pada biaya pendaftaran, produk, dan penentu keberhasilan. Penjualan langsung, terangnya, terjangkau dengan produk yang jelas, pengunduran keanggotaan mempunyai buyback guarantee.
Sedangkan penentu keberhasilan anggota berdasarkan hasil penjualan produk bersama jaringannya. Sebaliknya, pemasaran terlarang justru menyedot uang anggota tanpa produk serta jaminan yang jelas. “Kami tak mau bisnis MLM dimasuki MTP atau multi tipu marketing,” tegas Helmy.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, mencatat dalam 10 tahun terakhir ini, ribuan masyarakat telah menjadi korban praktik penipuan berkedok investasi dengan janji-janji pengembalian sangat tinggi.
\
Dengan sejarah panjang penipuan berbasis investasi, maka ia mengingatkan agar masyarakat mewaspadai MLM haji dan umrah. “Konsumen harus berpikir kritis dalam tahap sebelum transaksi. Hati-hati dan jangan mudah tergoda terhadap janji-janji surga yang ditawarkan biro perjalanan haji dan umrah,” imbaunya.
Konsumen juga perlu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai biro perjalanan umrah dan haji. “Usahakan meminta janji-janji biro perjalanan dalam bentuk tertulis, sehingga apabila di kemudian hari terjadi masalah bisa menjadi cara untuk menagih hak-haknya,” saran dia.

Di lain pihak, akademisi fikih, M Arifin Badri, menegaskan agar umat Muslim mengulik kembali rukun berhaji yang salah satunya menyebutkan mempunyai kemampuan dan bukan dari hasil berhutang.
Namun, dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi’i Jember ini justru menemukan fenomena sosial bank-bank yang menyediakan talangan dana agar segera berangkat haji ataupun umrah. “Sebagai renungan, sebaiknya umat tidak usah memaksakan diri untuk berhaji dengan melanggar rukun ibadah itu sendiri,” kata Arifin.

Lapsus: MUI Belum Keluarkan Fatwa, MLM Umrah Sudah Merebak (3-habis)


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak heran jika Arifin menyebut fenomena tersebut memunculkan bentuk anomali lainnya dalam penyelenggaraan haji dan umrah.
Seperti produk MLM dengan uang muka serta level yang panjang. Sehingga timbul sisi negatif MLM karena anggota dituntut berkorban lebih banyak serta membentuk perilaku konsumtif. Padahal, imbalannya tidak jelas secara nominal.

“Sebaiknya, travel menerima pendaftaran jamaah haji yang mampu membayar tunai, tanpa uang muka sehingga menjadi akad jual. Dan jika menggunakan pemasaran berjenjang, hendaknya menetapkan satu level saja,” saran Arifin.
Anggota Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional MUI, Mohammad Hidayat, tegas menyatakan pihaknya belum resmi mengeluarkan fatwa terkait MLM syariah atau penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS).

Para ulama hanya merilis sertifikat opini yang mengacu pada fatwa Nomor 75 Tahun 2009 tentang PLBS Barang. “PLBS umrah belum dikeluarkan fatwanya, tapi ada jawaban atas pertanyaan publik terkait pertanyaan tentang MLM Syariah. Akan kita fatwakan sebulan mendatang,” ujar Hidayat.
Proses rapat pleno fatwa tersebut baru berlangsung medio akhir Mei ini. Ia pun mengakui, hampir tak pernah DSN mengeluarkan fatwa atas inisiatif sendiri. Semuanya atas pertanyaan publik.

“Yang menjadi permasalahan, beberapa waktu lalu ada dua travel yang meminta presentasi MLM syariah. Berdasarkan kaidah sertifikat opini, mereka mendapatkan sertifikat yang bisa diperpanjang dua tahun sekali,” ungkap Hidayat.
Walhasil, travel tersebut menggembar-gemborkan terlebih dahulu pada publik tentang MLM syariah sebagai bentuk pemasaran barunya ke publik. “Tidak menutup kemungkinan, sertifikat mereka dicabut hingga fatwa keluar,” ujar Hidayat.

Di sisi lain, Hidayat menilai banyak hal positif penerapan PBLS bagi perusahaan, terutama efisiensi biaya dari rantai produksi. Sisanya untuk memberi komisi pada anggota. MLM, kata dia, sebagai sarana silaturahim atau tarbiyah dengan memberi jalan rezeki yang normal.
“Secara sederhana, sebelumnya travel telah menerapkan dengan sistem bonus. Tapi saat ini dimodifikasi. DSN ingin membatasi level itu. Akan ada fatwa yang mengatur spesifik sehingga tak liar dan merugikan masyarakat,” ujar Hidayat.

Substansi PLBS umrah nantinya dibahas tentang produk jasa, komponen dan batasan, akad syariah, dan perubahan harga paket.